Perhotelan Dalam Kepariwisataan
KabarIndonesia - Akomodasi perhotelan tidak dapat
dipisahkan dengan pariwisata. Tanpa kegiatan kepariwisataan dapat dikatakan
akomodasi perhotelan akan lumpuh. Sebaliknya pariwisata tanpa hotel merupakan
suatu hal yang tidak mungkin, apalagi kalau kita berbicara pariwisata sebagai
suatu industri.
Hotel termasuk sarana pokok kepariwisataan (main
tourism superstructures). Ini berarti hidup dan kehidupannya banyak tergantung
pada banyak atau sedikitnya wisatawan yang datang. Bila kita umpamakan industri
pariwisata itu sebagai suatu bangunan, maka sektor perhotelan merupakan
tiangnya.
Kita menyadari bahwa tujuan wisatawan datang
berkunjung pada suatu tempat bukanlah untuk tidur di hotel semata-mata.
Menginapnya wisatawan di hotel dan akomodasi lainnya selalu dikaitkan dengan
keperluan lain dengan motivasi yang beraneka ragam. Dengan perkataan lain,
sektor perhotelan bukan suatu hal yang mutlak harus ada. Tanpa hotel
orang-orang juga dapat menikmati banyak obyek dan atraksi wisata.
Anggapan demikian itu dapat kita terima bila
kita membicarakan pariwisata bukan sebagai suatu industri, tetapi sebagai
suatu aktivitas saja yang tidak ada artinya dalam perkembangan ekonomi daerah
sekitarnya, seperti halnya dengan kegiatan "piknik". Piknik dilakukan
tidak berapa jauh dari tempat kediaman orang yang melakukannya dan dilakukan
kurang dari 24 jam. Segala fasilitas serta keperluan disediakan sendiri, bahkan
biayanya dipikul bersama-sama secara gotongroyong.
Berbeda dengan tour, dimana perjalanannya
dilakukan lebih dari 24 jam. Dengan demikian mau tidak mau wisatawan memerlukan
tempat tinggal untuk sementara, selama dalam perjalanannya. Dimana ia dapat
beristirahat, mandi dan makan.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa untuk
akomodasi wisatawan tidak mutlak harus berbentuk hotel yang mewah, asal saja memenuhi
syarat "comfort" dan kesehatan. Pendapat semacam ini ada benarnya,
tetapi hanya terbatas untuk wisatawan secara individu (single-travel) yang
tidak direncanakan melalui suatu Travel Agent atau Tour Operator.
Industri pariwisata dewasa ini sudah memasuki
apa yang disebut dengan "mass-tourism". Dimana orang-orang tidak
lagi melakukan perjalanan sendiri-sendiri, tetapi berombongan (group). Hal ini
dimungkinkan karena berkembangnya penerbangan borongan (charter flight) dan
tersedianya fasilitas akomodasi dalam jumlah kamar yang relatif banyak. Tempo
dulu hal seperti ini telah dilakukan oleh Thomas Cook pada tahun 1841, yaitu
dengan mencarter kereta api untuk membawa wisatawan sebanyak lebih kurang 500
orang dalam excursion yang dilakukan antara kota Leicester dan kota
Loughborough.
Sampai seberapa jauh peranan industri perhotelan
dalam industri pariwisata dapat kita lihat dari pengeluaran wisatawan bila
datang pada suatu tempat atau daerah tujuan wisata. Berdasarkan suatu
penelitian yang pernah dilakukan, lebih dari 50% uang yang dikeluarkan
wisatawan disedot oleh industri perhotelan. Berapa besarnya volume uang yang
beredar dalam sektor industri perhotelan? Di Amerika Serikat saja dalam tahun
1969 tercatat sebesar US $ 7,25 milyar, termasuk untuk pengeluaran makanan dan
minuman (food and beverages). Sedang dalam sektor industri pariwisata secara
keseluruhan berjumlah sebesar US $ 35 -US $ 45 milyar setahun.
Jumlah hotel di Amerika Serikat dalam tahun 1939
terdaftar sebanyak 41.400 hotel dengan 1.600.000 kamar dan jumlah tersebut
meningkat terus sehingga menjadi 65.350 hotel dengan 2.600.000 kamar dalam
tahun 1969. Dengan jumlah wisatawan sebanyak 400 juta (business and pleasure
travellers) dalam tahun 1969, industri perhotelan dapat menampung tenaga kerja
sebanyak 600.000 orang dengan bermacam macam keahlian dan untuk itu telah
dikeluarkan upah dan gaji sebesar US $ 3 milyar setiap tahunnya.
Dewasa ini industri perhotelan sudah sangat
maju, banyak perusahaan raksasa yang memasuki usaha yang menarik ini. Satu di
antara yang terbesar adalah Holyday Inn, yang dalam tahun 1975 sudah mempunyai
274.000 kamar yang tersebar luas di seluruh dunia, belum termasuk yang di
Indonesia. Perusahaan perhotelan yang besar lainnya ialah Sheraton,
Inter-continental, Hilton International, Trust Houses Forte dan Ramada Inn.
Adapun pemilikan hotel-hotel tersebut ternyata banyak kaitannya dengan
perusahaan industri pariwisata secara keseluruhan. Hotel Hilton misalnya,
dimiliki oleh Trans World Airlines, Inter-continental Hotel oleh Pan American
Airways dan Sheraton Hotel dimiliki oleh ITT.
Sekarang sudah banyak maskapai penerbangan
memasuki usaha industri perhotelan, kelihatannya seperti melakukan usaha
terpadu (integrasi) atas pertimbangan efisiensi perusahaan dan keuntungan
promosi di samping segi praktis lainnya. Di antara perusahaan tersebut adalah :
Japan Airlines dengan Jal Hotel System-nya, Federal Hotel, Port Dicson di Kuala
Lumpur, Hotel Plaza di Hongkong; Presedent Hotel di Jakarta; KLM dengan Golden
Tulip Group; Cathay Pacific dengan Indra Regent atau Ambassador di Bangkok dan
Hongkong; Thay International Airways dengan Mandarin Hotel dan lain-lain.
Surat Keputusan Menteri Perhubungan RI No. SK.241/H/70 tahun
1970 menyatakan: "Hotel adalah perusahaan yang menyediakan jasa dalam
bentuk penginapan (akomodasi) serta menyajikan hidangan dan fasilitas lainnya
dalam hotel untuk umum , yang memenuhi syarat-syarat comfort dan bertujuan
komersial. Bentuk, susunan, tata ruangan, dekorasi, peralatan dan perlengkapan
bangunan hotel dan akomodasi, sanitasi, hygiene, estetika, keamanan dan
ketentraman, serta secara umum dapat memberikan sasaran nyaman (comfort). Dan
khusus untuk kamar-kamar tamu dapat menjamin adanya ketenangan pribadi
(privacy) untuk para tamu hotel”.